Notification

×

Kode Iklan Disini

Kode Iklan Disini

Pusako Minang Biang Cakak, Hilang Rasa Persaudaraan Badunsanak

Minggu, 19 Februari 2023 | Februari 19, 2023 WIB Last Updated 2023-02-20T03:26:20Z

 

Ilustrasi


SIBERSATU.COM - Kemarin Polisi telah mengamankan D (39) pelaku pembunuhan ibu dan anak di areal persawahan Korong Pinang, Nagari Pauh Kamba, Kecamatan Nan Sabaris, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat, pada Minggu (19/2).


Dimana diketahui, korban seorang ibu inisial A (50) dan anak perempuannya H (17). Keduanya tewas mengenaskan dengan luka karena sabetan cangkul dan tusukan pisau. Kejadian ini dikarenakan ada sengketa masalah pusako tinggi (penggarapan sawah).


Itu salah satu kasus yang terjadi diranah Minang, berkaitan dengan adanya masalah prinsip yang terjadi dalam pusako tinggi, banyak kasus lain serupa yang tidak bisa penulis jelaskan tentang perbuatan anarkis menghadapi sengketa pusako tinggi. 


Saat ini Minangkabau sedang dilanda coba eksistensi pusako tinggi, itu kesimpulan yang bisa diungkapkan ketika tanah pusako tinggi jadi biang masalah mamak dengan kemenakan saling membunuh, antara mande jo anak dan urang sumando dengan urang sumando atau pambayan yang berbuat anarkis.


Wujud masalah pusako tinggi sebagai kasus ketidakadilan juga timbul bisa atau dilihat dari kasus, ketikan pembebasan lahan pembangunan jalan tol tidak sukses. Tidak bisa dibebaskan karena ninik mamak tidak bisa mendudukan secara adil sehingga banyak pembebasan jalan tol di Sumbar masuk ke ranah pengadilan.


Konflik badunsanak masalah pusako tinggi ini sangat tinggi, jika dihitung sudah ratusan kasus pembunuhan yang terjadi antara kemenakan dengan mamak, antar besaudara, antar sasuku dan lainnya. Kesemua anarkis dan berujung kepolisian akibat pusako tinggi.


Sekarang pusako tinggi sudah menjadi instrumen tambahan di Sumatera Barat, terjadi tindak anarkis dan tindak kriminal seperti kasus pembunuhan badunsanak seperti yang terjadi kemarin di Padang Pariaman, Sumatra Barat. 


Masalah pusako tinggi telah terjadi per­ge­seran, hal lebih dominan dipengaruhi oleh faktor eko­nomi lantaran, ninik mamak yang memegang sako (gelar adat) sejatinya memiliki pu­sako (pusaka) untuk men­jalan­kan sako dan mengurus anak kemenakan.


Namun pada masa belakangan, pu­sako yang menjadi singgulung untuk menjujung beban tugas sebagai ninik mamak itu telah banyak yang bersengketa karena tergadaikan atau dijual, serta pembagian tidak adil.


Kondisi ini secara lang­sung telah berdampak kepada strata sosial masyarakat, ka­rena dengan kondisi yang sebelumnya ninik mamak disegani mulai dianggap an­gin lalu saja. Apalagi banyak kemenakan yang juga sudah mapan secara ekonomi men­jadi sandaran dari para ninik mamak.


Selain itu, komunikasi antara bandunsanak dengan para ke­mena­kan juga sudah sangat jarang. Dahulu terkait sako jo pusako, kemenakan selalu bicara dengan mamak, namun sekarang, seolah kemenakan tidak lagi meminta kepada ma­maknya.


Disi lain, faktor pen­didikan juga ikut mem­penga­ruhi renggangnya hubungan mamak dengan kemenakan, sebab rata-rata para mamak saat ini mayoritas ber­pen­didikan SD, SMP dan paling tinggi SMA berbanding ter­balik dengan para kemenakan yang rata-rata telah ber­pen­didikan S1 dan S2, se­hingga komunikasi tidak ber­jalan dengan baik bahkan tidak nyambung. 


Agar kasus sengeketa tanah Pusako tidak menjadi biang saling bunuh, biang anarkis, biang persengketaan, biang perkelahian, maka peran ninik mamak dan pucuak-pucuak adat dalam mengelola pusako tinggi ditegakkan keadilan[*].

Penulis: Labai Korok Piaman

×