Jacob Ereste - Pilihan waktu dan tempat penyampaian pesan kebijakan negarawan bukan tak sengaja dipilih di tempat yang bersejarah dan bernilai spiritual tinggi bagi bagi GMRI (Gerakan Moral Rekonsiliasi Indonesia) bersama Posko Negarawan yang besut dan dimotori langsung oleh Wali Spiritual Indonesia, Sri Eko Sriyanto Galgendu.
Tanggal 11 Maret 1966 Letnan Jendral Soeharto menerima mandat Supersemar dari Presiden Soekarno untuk menyelamatkan bangsa dan negara dari ancaman perpecahan akibat pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) yang ingin merebut kekuasaan Negera Indonesia ketika itu.
Surat Perintah 11 Maret (Supersemar) yang ditandatangani Presiden Soekarno pada 68 tahun silam itu adalah mandat kepada Letnan Jendral Soeharto, selaku Panglima Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban (Komkamtib) untuk mengambil segala tindakan yang "dianggap perlu" guna mengatasi situasi keamanan dan kestabilan pemerintahan yang sedang kacau akibat pemberontakan G30S/ PKI, atau Gerakan pada 30 September 1966 (Gestapu)
Momentum sejarah itu yang kini dipilih oleh GMRI dengan Posko Negarawan menghimpun para tokoh nasional pada untuk menyampaikan pesan kenegaraan di Museum Naskah Teks Proklamasi, Jl. Imam Bonjol No. 1, Menteng, Jakarta Pusat.
Rumah Laksamana Tadashi Maeda ini (1942-1945), adalah tempat Soekarno membuat naskah teks Proklamasi yang ditulis tangan dan kemudian esok pagi pada 27 Agustus 1945 dibacakan sebagai penegasan Proklamasi Bangsa Indonesia yang ditandatangani oleh Soekarno- Hatta atas nama bangsa Indonesia di Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta.
Para tokoh nasional yang hadir untuk menyampaikan pesan kenegaraan diantaranya Bambang Sulistomo (Putra Bung Tomo, tokoh utama 10 November 1949 di Surabaya, hingga dikenang sebagai hari Pahlawan Nasional Bangsa Indonesia), Prof. Ki. Sri-Edin Swasono, Ketua Perguruan Taman Siswa dan Menantu Bung Hatta), Laksamana Tedjo Edhy, Seniman dan budayawan Eros Jarot, Prof. Yudi Latif guru besar di berbagai perguruan tinggi Indonesia, Prof. Indira Santi Kertabumi dari Lemhanas, Burhanudin mantan Gubernur Bank Indonesia, dan intelektual Muslim Dr. Sayuti Asyathri serta Prof. Dr (HC) KH. Habib Chirzin yang berhalangan hadir namun bersedia ikut menandatangani naskah pesan negarawan yang dibacakan secara terbuka dan segera akan diserahkan kepada Presiden Joko Widodo itu.
Prof. Sri-Edi Swasono mengaku sudah menyampaikan kegundahan hatinya tentang bangsa dan negara yang mencemaskan melalui Andika Perkasa selaku pejabat tinggi yang kompeten di TNI. AD.
Gerakan kuantum yang dakhsyat dari spiritual bangsa Indonesia diyakini oleh Dr. Kuntadi dapat menjadi energi kebangkitan bangsa Indonesia dari keterpurukan.
Prof. Yudi Latif merasa perlu untuk melakukan refleksi diri atau ceck ulang dari capaian reformasi yang telah 25 tahun berlalu. Atas dasar itu pula, diperlukan upaya penataan kembali tata kelola negara yang baik dan benar, sehingga dapat sungguh-sungguh mensejahterakan rakyat dalam arti luas.
Upaya untuk merebut kembali kedaulatan rakyat yang dirampas oleh rezim penguasa, diisyaratkan oleh Prof. Indira Santi Kertabumi menambahkan.
Karena itu, Sayuti Asyathri menekankan inti dari penyampaian pesan negarawan kepada pemerintahan Presiden Joko Widodo ini terus ditindak lanjuti, tandasnya. Paling tidak, dalam waktu segera pesan negarawan yang telah ditanda tangani sejumlah tokoh itu dapat secepatnya disampaikan langsung kepada Presiden.
Sebab menurut Eros Jarot, dia tidak percaya dengan Capres yang sedang marak dan mewabah dimana-mana akan membawa perubahan yang lebih baik dari kondisi bangsa dan negara Indonesia sekarang.
Sri Eko Sriyanto Galgendu, selaku penggagas dan pengarah acara penyampaian pesan negarawan, mengaku tengah bersiap untuk menyampaikan naskah yang telah ditanda tangani bersama tokoh negarawan itu kepada Presiden Joko Widodo.
Banten, 13 Maret 2023